Our Best Day EVER: 28 November 2015

Sejak saya kecil, saya selalu berharap untuk bisa menikah di usia 27 tahun. Kenapa 27 tahun? Karena menurut saya di usia itu kita sudah cukup umur untuk berkomitmen serius dan mengambil keputusan besar seumur hidup tapi juga tidak terlalu tua untuk memiliki anak dan berkeluarga. Tuhan mendengar doa saya dan saya pun menikah di usia 27 tahun.

Sejak awal merencanakan pernikahan, saya dan Ray menginginkan pernikahan yang modern, intimate dan terasa personal. Kami menginginkan tamu-tamu yang hadir di pernikahan kami tidak sekedar datang-bersalaman dengan pengantin di panggung-makan-lalu pulang seperti typical acara pernikahan di Indonesia. Tapi ikut tertawa, berfoto, joget gila-gilaan, saling berinteraksi satu sama lain dan ikut merasakan kebahagiaan dan kehangatan di hari bahagia kami. Karena nya kami tidak mengundang terlalu banyak orang. Tamu-tamu yang datang di pernikahan kami adalah orang-orang terdekat kami, sahabat dan keluarga.

THE CEREMONY. Kami memulai hari bahagia kami dengan saling mengucap janji sehidup semati dan bertukar cincin di GKI Pondok Indah. Saya berjalan ke altar bersama Bapak diiringi lagu Hoppipolla dari Sigur Ros. It was beautiful and brought some tears. A happy one tho. Perjalanan menuju gereja juga tidak akan saya lupakan, Ray menyetir sendiri mobil pertama yang kami beli berdua dari Hotel Bellevue Pondok Indah lalu kami (sempat-sempatnya) mampir ke Fatburger lengkap dengan baju pengantin dan full make-up karena kelaparan!

DIY WEDDING. Undangan kami di design oleh salah seorang sahabat SMA saya dan saya menggunakan design undangan tersebut sebagai reference untuk melengkapi semua printilan kecil seperti cake topper, wedding ring box, ceremony book, souvenir tag, dan wedding program. Ratusan kue kotak konsumsi di acara pemberkatan, dibuat dengan penuh cinta oleh Ibu Kost saya, dan cincin pernikahan kami dibuat oleh Ibu saya. Designnya simple tapi terasa meaningful untuk kami berdua. Bouquet bunga saya dibuat oleh salah seorang sahabat Mama mertua, sementara kedua bridesmaids saya begadang semalaman sambil maskeran untuk menjahit tangan “Here Comes The Brides” banner sebagai pemanis saat saya berjalan menuju altar. Oh, dan band yang mengiringi acara pernikahan kami adalah band yang terdiri dari sahabat-sahabat Kakak Ray.

VENDORS. Semua vendor yang kami sewa juga sangat membantu kelancaran acara pernikahan kami. We are so  blessed to have lots of helps from them! Mereka semua communicative dan cepat tanggap. Dekorasi venue sesuai dengan yang kami harapkan dan makanan yang disajikan juga berkesan bagi semua tamu kami karena walaupun dimasak tanpa MSG dan less salt sesuai request tapi rasanya tetap enak dan berlimpah hingga acara selesai. Menu minuman di pernikahan kami juga lebih sehat karena dari awal saya dan Ray request untuk menghilangkan minuman soda dan menggantinya dengan es teh sereh yang segar. Photographer dan videographer kami yang masih muda-muda pintar membaur dan berinteraksi dengan para tamu sehingga foto-foto dan video yang dihasilkan terlihat natural. Make up yang saya gunakan juga just the way I imagined it, natural and not too much. Sementara gaun pernikahan saya terlihat sangat simple tapi detail nya cantik dan tetap memudahkan saya bergerak kesana kemari.

THE NIGHT. Pernikahan impian kami terwujud ketika para tamu undangan datang dan ikut menikmati hari bahagia kami. Mereka datang, saling bertegur sapa, menikmati hidangan, dan tertawa bersama. We’re the ones coming to them, greeting them personally and casually, giggling and hugging (lots of hugs!), meet with the elders who like to give advice and prayers for us, and take as many pictures as we like, with so many different poses as we like. Dan di akhir acara, kami semua asyik bergoyang di depan panggung diiringi lagu-lagu The Beatles yang dibawakan oleh Papa Ray. It’s really intimate and personal. We enjoyed every seconds of it.

Itu sedikit cerita tentang hari pernikahan kami. We wouldn’t have it the other way if we were given a second chance.

It was our best day.

 

Jojo – xx

Leave a comment